14 April 2010

KKN


a. Korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja c memutarbalik, menyogok) adalah perilaku pejabat publik, baik politikus politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.

Atau, mengambil /menyalah gunakan kekuasaan untuk kepentingan sendiri tanpa memperhatikan dampak ny terhadap org banyak.

b. kolusi adalah sikap dan perbuatan tidak jujur dengan membuat kesepakatan secara tersembunyi dalam melakukan kesepakatan perjanjian yang diwarnai dengan pemberian uang atau fasilitas tertentu sebagai pelicin agar segala urusannya menjadi lancar

c. Nepotisme berarti lebih memilih saudara atau teman akrab berdasarkan hubungannya bukan berdasarkan kemampuannya.
ARTI KKN

Kalau kita amati apa yang berlangsung sekarang, orang menggabungkan ketiga tindak pidana atau pelanggaran ketentuan ini menjadi satu istilah, KKN. Dalam penggunaanya ketiga hal ini seolah-oleh telah menjadi satu kata. Saya takut malah sudah menjadi suatu slogan. Akan tetapi sebagai akibatnya pembahasan mengenai masalahnya sendiri menjadi tidak fokus, sebagai konsep mengambang, dan secara operasional menyulitkan. Kalau seseorang dituduh melakukan tindakan KKN, mana sebenarnya yang dituduhkan, korupsi, kolusi atau nepotisme atau ketiga-tiganya atau dua. Ini tidak jelas. Sebagai suatu tuduhan politis atau sosial saya kira tidak menjadi masalah, ketiganya merupakan tindakan tercela yang ingin kita berantas.

Istilah KKN dianggap dimengerti semua orang, tetapi begitu dibahas lebih mendalam, ternyata orang mempunyai konsep atau definisi yang berbeda satu dengan yang lain. Tentu diskusi atas dasar konsep yang dikira mempunyai satu arti, padahal tidak, ini dapat menjadi simpang siur. Ini hampir menjadi jaminan akan tidak adanya program atau tindakan yang nyata untuk menghilangkannya.

Kecenderungan sekarang, nampaknya yang dimaksud masalah KKN adalah masalah korupsi, kolusi dan nepotisme yang dilakukan oleh pak Harto dan keluarga serta kroninya. Ini selain tidak lengkap juga rancu secara operasionalnya. Misalnya jawaban terhadap pertanyaan siapa itu keluarga dan kroni pak Harto? Keluarga mungkin jelas, tergantung kepada seberapa jauh akan di tarik hubungan darahnya. Akan tetapi bagaimana dengan kroninya? Bagaimana kita membuat batas mana yang termasuk kroni dan mana yang bukan? Apakah seperti kepemilikan saham perusahaan, kalau kedekatannya sekian persen dianggap kroni yang kurang dari itu bukan. Ini tidak gampang. Yang jelas, karena caci makian terus ke pada pak Harto dan keluarganya, maka semua yang semula getol menunjukkan kedekatannya sekarang sibuk menunjukkan kejauhannya. Yang berhasil menunjukkan kejauhannya dianggap bukan kroninya, sedangkan yang tidak, atau karena tidak dipercaya atau karena tidak ikut bicara, dimasukkan sebagai kroninya.

Selain itu juga terdapat masalah, bagaimana memulai proses peanganannya sehingga masyarakat yakin bahwa seluruh masalah KKN akan diselesaikan secara tuntas. Misalnya dimulai dengan mantan Presiden dan keluarganya, seperti sekarang terkesan demikian. Ini baik. Akan tetapi perlu ada kejelasan bagi masyarakat, bagaimana program penanganan ini secara keseluruhan, apakah ini tahap permulaan yang akan diikuti dengan yang lain, bagaimana strategi pendekatannya, ini semua perlu kejelasan, sehingga masyarakat mengetahui kesungguhan dari usaha ini. Saya yakin masyarakat menghendaki hal ini. Penanganannya harus tuntas, terbuka dan adil. Karena masalahnya rumit dan penanganannya memakan waktu, maka kejelasan strategi penanganan secara keseluruhan perlu diumumkan agar masyarakat mengetahui dan dengan demikian memahami sampai dimana dan mengapa demikian. Keterbukaan ini juga perlu agar penganganan masalah KKN yang didasarkan atas tuntuan keadilan ini jangan sampai menimbulkan ketidak adilan baru.

Selain itu, jelas tidak benar kalau masalah KKN itu hanya menyangkut pak Harto dengan keluarga dan kroninya. Setiap tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme oleh siapapun harus dikategorikan sebagai masalah KKN. Kalau sudah ada kejelasan mengenai apa yang dimaksud dengan KKN dengan definisi yang operasional dengan perincian kriterianya, maka pelaksanaan ketentuan ini akan menjadi lebih jelas.

Kejelasan konsep atau definisi ini sangat penting, akan tetapi baru merupakan langkah yang sangat awal untuk menentukan langkah berikutnya. Memang tanpa kejelasan ini gerakan menghapus KKN hanya mendasarkan diri atas emosi bagi yang menuntut dan politik bagi yang menangani . Penaggulangan masalah KKN sampai sekarang nampaknya dilakukan atas dasar kedekatan atau kejauhan seseorang dengan penguasa. Ini tidak menyelesaikan masalah atau membuat masalah baru. Tindakan untuk meminta pertanggung jawaban pelaku pelanggaran ketentuan KKN dengan menyeret seseorang ke Kejaksaan Agung untuk diperiksa atas dasar laporan yang tidak jelas dan menggunakan dasar yang tidak jelas hanya sekedar memenuhi tuntutan masyarakat saja, lebih untuk kepentingan kehumasan. Selain itu tindakan ini dapat menumbuhkan ketidak adilan baru seperti melepas yang sebenarnya bersalah atau menindak yang sebenarnya tidak bersalah.

Argumentasi perlunya suatu badan yang independen untuk menangani masalah KKN adalah agar terjadi penanganan yang adil dan efektif dari masalah ini. Dalam keadaan normal, sebenarnya penanganan oleh instansi penegak hukum yang ada - kejaksaan, kepolisian dan kehakiman - telah akan menjamin independensi lembaga yang bertugas menangani masalah ini dari campur tangan pemerintahan. Akan tetapi dalam keadaan rendahnya kredibilitas dari lembaga-lembaga ini di mata masyarakat, maka ini menjadi suatu masalah tersendiri. Ketidak jelasan arti KKN serta rendahnya kredibilitas lembaga-lembaga penegak hukum menambah komplikasi upaya pemberantasan KKN betapapun nyaringnya tuntutan masyarakat dan janji Pemerintah untuk memperhatikan tuntutan tersebut.

Tanpa adanya kejelasan arti atau definisi dari masing-masing unsur KKN, tanpa adanya program menyeluruh apa yang akan dilakukan, tindakan yang sporadis hanya menumbuhkan kecurigaan-kecurigaan yang mungkin tidak perlu. Karena itu, dalam keadaan masih belum kokohnya kredibilitas aparat penegakan hukum, penanganan KKN harus didasarkan atas konsep yang jelas didefinisikan dengan kriteria atau batasan-batasannya, strategi pendekatannya secara menyeluruh dengan pentahapannya, Semua menyadari bahwa masalah ini sangat kompleks dan pelik, karena itu tidak akan selesai secara cepat. Akan tetapi justru karena itu maka kejelasan semua ini dengan pengumuman terbuka oleh Pemerintah mengenai hal-hal tadi harus dilakukan

kasus korupsi di Indonesia.

* Kasus dugaan korupsi Soeharto: dakwaan atas tindak korupsi di tujuh yayasan
* Pertamina: dalam Technical Assistance Contract dengan PT Ustaindo Petro Gas
* Bapindo: pembobolan di Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) oleh Eddy Tansil
* HPH dan dana reboisasi: melibatkan Bob Hasan, Prajogo Pangestu, sejumlah pejabat Departemen Kehutanan, dan Tommy Soeharto.
* Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI): penyimpangan penyaluran dana BLBI
* Abdullah Puteh: korupsi APBD.

Tidak ada komentar:

Free Blooming Red Rose Cursors at www.totallyfreecursors.com